PENGGUNAAN
MEDIA ANIMASI POWER POINT
UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA UJARAN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS IV SD
Penelitian
Dilakukan di SDN Inklusif Tunas Harapan Cijerah Kota Bandung
Tahun
Pelajaran 2013/ 2014
Oleh
:
Ahmad
Junaedi
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan ingin
mengetahui penggunaan media animasi power point untuk meningkatkan
kemampuan membaca ujaran pada anak tunarungu yang duduk di kelas IV SDN Tunas
Harapan Cijerah Kota Bandung sekolah penyelenggara inklusi. Dalam penelitian
ini yang menjadi variable bebasnya adalah penggunaan media animasi power
point dan variable terikatnya adalah meningkatkan kemampuan membaca ujaran
anak tunarungu kelas IV di sekolah inklusif. Kenyataan di lapangan peneliti
menemukan anak tunarungu yang kesulitan dalam membaca ujaran terutama di
sekolah inklusif, dimana anak tunarungu kurang dilatih dalam membaca ujaran. Tujuan melatih membaca ujaran adalah agar anak
tunarungu dapat berkomunikasi dengan lingkungan baik guru, teman sebaya dan
masyarakat luas. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah Single Subject
Research.
karena subjek yang akan diteliti berjumlah satu orang sehingga pada saat
kesimpulan nanti hanya tertuju pada subjek yang bersangkutan dan tempat yang
telah ditetapkan. Adapun desain yang digunakan dalam SSR adalah A-B-A A-1
(baseline-1), B (treatment) dan A-2 (baseline-2). Penelitian kuantitatif dengan jenis SSR ini
dilakukan sebanyak tiga fase dimana fase pertama
atau baseline-1 (A-1) sebanyak enam kali menunjukkan kinerja anak masih stagnan, fase kedua yakni treatment
(B) sebanyak sepuluh kali ada peningkatan yang cukup baik dan pada fase ketiga
yakni baseline-2 (A-2) sebanyak lima kali menunjukkan terus meningkat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
media animasi power point dapat meningkatkan kemampuan membaca
ujaran pada anak tunarungu kelas IV di sekolah
inklusif yakni di SDN Tunas Harapan Cijerah Kota Bandung tahun pelajaran
2013/2014. Peneliti menyarankan kepada guru untuk menggunakan media animasi power point sebagai media pembelajaran,
kepada orangtua agar sering melatih membaca ujaran dengan berbagai media,
peneliti lain agar bisa dijadikan reverensi untuk penelitian selanjutnya.
Kata kunci: Media animasi power point; peningkatan membaca ujaran; anak tunarungu; sekolah
inklusif
A. PENDAHULUAN
Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar (Q.S.
An-Nisa: 9).
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 yaitu
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa
“Warga Negara yang memiliki kelainan fisik emosional intelektual dan atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Upaya mencerdaskan bangsa sebagaimana
diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat terkait pada
beberapa aspek diantaranya adalah bahasa. Bahasa merupakan alat yang vital bagi
kehidupan manusia, dipergunakan untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia
lain.
Menurut Somad, P dan
Hernawati, T. (1995:142) ‘membaca ujaran atau speech reading adalah suatu
kegiatan yang mencangkup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan
bicara sewaktu dalam proses bicara’.
Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam
membaca ujaran dari orang lain dikarenakan kurang dilatih dalam hal membaca
ujaran. Untuk meningkatkan kemampuan membaca ujaran, maka perlu dilatih agar pesan yang
disampaikan kepada anak tunarungu dapat diterima dengan baik. Salah satu media
yang bisa digunakan untuk melatih membaca ujaran adalah media komputer. Dengan
adanya komputer sebagai media pembelajaran tentu dapat membantu siswa memahami
suatu bahan ajar dasar secara menyenangkan, sehingga anak tunarungu termotivasi
dalam pembelajaran serta merasakan adanya suatu pembaharuan dalam pembelajaran.
Melatih membaca ujaran menggunakan
animasi power point merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk
meningkatkan kemampuan membaca ujaran pada anak tunarungu yang mengalami
kesulitan dalam membaca ujaran di sekolah reguler yang menyelenggarakan
inklusif. Alasan menggunakan media animasi power point adalah agar
memudahkan peneliti dalam melakukan treatment atau intervensi, disamping
itu penggunaan media animasi power point lebih efektif dan efisien
dibandingkan secara konvensional atau media lain.
Membaca ujaran mempunyai tujuan agar
anak mampu menangkap atau membaca apa yang diutarakan oleh orang lain, yang
tujuan luasnya agar anak mampu menangkap segala apa yang diucapkan oleh guru
sesuai dengan tujuan dan substansi setiap mata pelajaran.
Inklusif
adalah program pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa kecuali termasuk
anak tunarungu. Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis mengadakan
penelitian yang berjudul “Penggunaan Media Animasi Power Point Untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Ujaran Pada Anak Tunarungu kelas IV di SD
Inklusif Tunas Harapan Cijerah Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014.
B. METODE PENELITIAN
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Subject Research. Sunanto,
dkk (2006) mengatakan bahwa ‘SSR adalah suatu metode yang bertujuan untuk
memperoleh data yang diperlukan dengan melibatkan hasil tentang ada tidaknya
akibat dari suatu perlakuan yang diberikan secara berulang-ulang dalam waktu
tertentu’.
Alasan
peneliti menggunakan SSR karena subjek yang akan diteliti satu orang
sehingga pada saat kesimpulan nanti hanya tertuju pada subjek yang bersangkutan
dan tempat yang telah ditetapkan.
Desain
yang digunakan dalam SSR adalah A-B-A, A-1 (baseline-1), B (treatment) dan A-2
(baseline-2), alasan menggunakan desaian A-B-A ini adalah dimana desain
ini dapat menunjukkan sebab akibat suatu intervensi terhadap variabel terikat.
Peneltiian SSR dengan desain A-B-A, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara variable bebas dengan variable terikat (Sunanto, dkk, 2006:44).
Jenis ukuran yang digunakan untuk mengukur target
behavior adalah Persentase. Menurut Sunanto, dkk (2005:15).
Persen atau persentase merupakan
satuan pengukuran variabel terikat yang sering digunakan oleh peneliti dan guru
untuk mengukur perilaku dalam bidang akademik maupun sosial. Persen menunjukkan
jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan
kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut kemudian dikalikan dengan 100%.
Penelitian
dalam SSR ini ditujukan pada satu anak tunarungu saja yakni Maya. Keadaan
subjek secara fisik tidak berbeda dengan yang lainnya, subjek memiliki hambatan
pendengaran sejak lahir sehingga secara keseluruhan ketika bergaul dengan teman
sebayanya tidak mengalami hambatan, namun ketika berkomunikasi dengan orang
lain anak ini mengalami kesulitan dan menarik diri dari lingkungan. Alasan
peneliti memilih subjek di atas karena hasil dari observasi terdahulu dimana
subjek tersebut sangat rendah dalam membaca ujaran serta suara tidak keluar
sehingga mengalami kesulitan dalam menjalin komunikasi dengan orang normal
lainnya. Untuk kegiatan penelitian SSR ini
dilakukan di SD Negeri Tunas Harapan Cijerah Kota Bandung sebuah sekolah yang
menyelenggarakan program inklusif sejak tahun pelajaran 2002/2003. Tepatnya di
ruang multimedia yang dikhususkan untuk kegiatan pembelajaran menggunakan
multimedia elektronik seperti komputer, infokus, proyektor, cd, dan lain-lain. Dalam penelitian ini setelah
data terkumpul peneliti melakukan analisis langsung secara kritis kemudian
ditafsirkan secara hati-hati dan pada akhirnya ditarik kesimpulan secara
bertahap hingga tujuan yang diharapkan tercapai. Langkah analisis tersebut
yaitu reduksi data, display data, verifikasi dan kesimpulan.
Data Analisis
Menurut Sunanto, J. (3005:21)
bahwa penelitian dengan SSR yaitu penelitian degnan subjek tunggal dan prosedur
peneltiian menggunakan desain eskperimen untuk melihat pengaruh perlakuan
terhadap perubahan perilaku.
1. Analisis Dalam Kondisi
Menurut Sunanto, dkk
(2005: 96) Analisis dalam kondisi adalah
Menganalisis
perubahan data dalam satu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi
intervensi, sedangkan komponen yang akan dianalisis meliputi komponen seperti
yang dibicarakan di atas yakni tingkat stabilitas, kecenderungan arah, dan
tingkat perubahan (level change).
Analisis
dalam kondisi pada penelitian ini dimaksudkan adalah data dalam grafik
masing-masing kondisi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan Panjang Kondisi
b. Menentukan Estimasi
Kecenderungan Arah
c. Menentukan Kecenderungan
Kestabilan
d. Menentukan Jejak Data
e. Menentukan Level Stabilitas
Dan Rentang
f. Menentukan Level Perbubahan
2. Analisis Antar Kondisi
Sunanto, dkk (2005:
117) mengatakan untuk memulai menganalisa perubahan data antara kondisi, data
yang stabil harus mendahului kondisi yang akan dianalisa. Karena jika data
bervariasi (tidak stabil), maka akan mengalami kesulitan untuk
menginterpretasi. Adapun komponen dalam analisis antar kondisi adalah:
a. Menentukan banyak variabel
yang berubah
b. Menemukan perubahan
kecenderungan arah
c. Menemukan perubahan
kecenderungan stabilitas
d. Menentukan level perubahan
e. Menentukan persentase
overlape data kondisi baseline dan intervensi.
C. HASIL
DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai penggunaan media animasi power
point untuk meningkatkan kemampuan membaca ujaran pada anak tunarungu yang
akan dibahas dalam bab ini. Target behavior dalam penelitian ini yaitu
ketepan dalam menulis kata yang diucapkan peneliti. Jumlah subjek dalam
penelitian ini adalah satu orang anak tunarungu kelas IV di SD Negeri Tunas
Harapan Cijerah Kota Bandung, salah satu sekolah penyelenggara program
inklusif.
Kemampuan subjek “MY” dalam membaca ujaran yang
dituangkan ke dalam tulisan pada kondisi baseline-1 (A-1), intervensi
(B) dan baseline-2 (A-2) dapat ditampilkan dalam tabel dan grafik
berikut:
1. Kondisi Baseline-1 (A-1)
Data
baseline diperoleh melalui tes menulis kata yang diucapkan peneliti.
Kegiatan ini dilakukan enam sesi atau sampai data yang diperoleh stabil dalam
kurun waktu satu jam setiap sesinya dengan menggunakan jenis ukuran target
behavior persentase, berapa persenkah anak mampu membaca ujaran yang dibuktikan
dengan tulisan.
Grafik 4.4
Kondisi Baseline
1 (A-1)
Pada hari pertama
sampai hari keenam terlihat perubahan data yang tidak terlalu signifikan,
kemampuan anak hanya berkisar antara enam sampai delapan dalam membaca ujaran
yang dibuktikan dengan tulisan. Pada sesi keenam didapatkan hasil yang sama
ketika sesi keempat dan kelima dilakukan pengamatan, maka peneliti menghentikan
pengamatan tersebut dan dilanjutkan dengan memberikan treatment/ intervensi
pada hari berikutnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama.
2. Kondisi Intervensi
(B)
Pada
kondisi intervensi peneliti memberikan perlakuan dengan memberikan media
animasi power point berupa tayangan gambar benda, kata dan video ujaran.
Data dilakukan setiap kali pengamatan sebanyak 10 kali pengamatan atau sampai
keadaan stabil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Untuk
subjek dengan inisial “MY” didapatkan hasil skor berikut ini:
Grafik 4.6
Kondisi Intervensi
(B)
Peneliti menghentikan pengamatan pada pengamatan ke-10 karena data
yang diperoleh telah stabil, yaitu anak terlihat sudah mampu menulis kata yang
diucapkan peneliti.
3. Kondisi Baseline-2
(A-2)
Pada
kondisi Baseline-2 (A-2) peneliti memberikan soal tanpa
menggunakan media animasi power point. Data dilakukan setiap kali
pengamatan sebanyak lima kali pengamatan atau sampai data tersebut benar-benar
stabil, Untuk subjek dengan inisial “MY” didapatkan hasil skor berikut ini:
Grafik 4.8
Kondisi Baseline-2
(A-2)
Peneliti menghentikan
pada pengamatan kelima karena data yang diperoleh telah stabil, yaitu anak
terlihat sudah mampu menulis kata yang diucapkan peneliti tanpa bantuan media
animasi power point.
4. Analisis Data
1. Analisis Dalam
Kondisi
a. Menentukan Panjang Kondisi
Tabel 4.9.
Panjang Kondisi
Kondisi
|
A1
|
B
|
A2
|
1. Panjang
Kondisi
|
6
|
10
|
5
|
Terlihat
dari tabel yang disajikan, pada kondisi baseline-1 (A-1) sebelum
intervensi dilakukan sebanyak enam kali pengamatan, sedangkan pada kondisi
intervensi (B) dilakukan sebanyak 10 kali pengamatan, dan pada
kondisi baseline-2 (A-2) setelah tidak diberikan intervensi sebanyak
lima kali pengamatan.
b. Menentukan Estimasi
Kecenderungan Arah
Adapun langkah-langkah
dalam menggunakan metode Split Middle yaitu :
1) Bagilah data pada fase baseline-1
(A-1) menjadi 2 bagian yang sama yaitu kiri dan kanan maka garis yang
membaginya ada diantara dua data dilambangkan dengan (1).
2) Membagi jumlah titik data
yang telah dibagi diatas menjadi dua bagian yang sama (mid date) yaitu kiri dan
kanan, dilambangkan dengan (2a).
3) Tentukan posisi median dari
masing-masing belahan, dilambangkan dengan (2b).
4) Menarik garis lurus yang
terputus-putus dari dua titik temu antara (2a) dan (2b).
|
Grafik 4.10
Kecenderungan
Arah Data Pada Fase
Baseline-1 (A-1),
Intervensi (B) dan Baseline-2 (A-2).
Berdasarkan grafik 4.7
dapat dilihat kecenderungan arah pada kondisi baseline-1 (A-1) mendatar,
pada kondisi intervensi (B) kecenderungan arah datanya menunjukkan perubahan
atau kenaikan yang sangat berarti setelah diberikan perlakuan, dan pada kondisi
baseline-2 (A-2) kecenderungan arahnya meningkat.
c. Menentukan
kecenderungan kestabilan atau trend stability.
1) Kecenderungan kestabilan fase
baseline-1 (A-1)
Kecenderungan
kestabilan fase baseline-1 (A-1) dapat dihitung dengan langkah sebagai
berikut:
a) Menentukan kecenderungan
kestabilan atau trend stability dengan menggunakan kriteria stabilitas
15%.
Diketahui skor
tertinggi = 35%, kriteria stabilitas: 15% = 0,15. Rentang stabilitas = Skor
tertinggi x Kriteria stabilitas. Dapat ditulis 35 x 0,15 = 5,25.
b) Menghitung mean level yaitu
skor dijumlahkan dan dibagi dengan banyak data poin.
Diketahui: skor = 210, banyak poin = 6. Maka mean
levelnya adalah 210 : 6 = 35.
c) Menentukan batas atas yaitu
mean level + (½ rentang stabilitas). Batas atas = 35 + 2,63 = 37,63.
d) Menentukan batas bawah = mean
level – (½ rentang stabilitas) Batas bawah = 35 + 2,63 = 32,38.
e) Menentukan persentase
stabilitas: banyak data poin dalam rentang antara batas atas dan batas bawah :
banyak data poin x 100%. Persentase stabilitasnya adalah 4 : 6 x 100% = 66,67%.
2). Kecenderungan
kestabilan fase intervensi (B)
Kecenderungan kestabilan fase intervensi
(B) dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut :
a) Menentukan kecenderungan
kestabilan (trend stability) dengan menggunakan kriteria stabilitas 15%.
Diketahui skor
tertinggi 75, Rentang stabilitas = 15%. Maka 75 x 0,15 = 11,25.
b) Menghitung mean level yaitu
skor dijumlahkan dan dibagi dengan banyak data.
Diketahui: Skor =
380, Banyak data poin = 10, Maka mean levelnya adalah 380 : 10 = 38.
c) Menentukan batas atas yaitu
mean level + (½ rentang stabilitas).
Diketahui: Mean
level = 38, ½Stabilitas kecenderungan = 5,63. Maka batas atas = 38 + 5,63 =
43,63.
d) Menentukan batas bawah = mean
level – (½ rentang stabilitas). Mean level = 38, ½Stabilitas kecenderungan =
5,63. Maka batas bawah = 38 – 5,63 =
32,38.
e) Menentukan persentase
stabilitas: data poin dalam rentang antara batas atas dan batas bawah : banyak
data poin. Persentase stabilitasnya adalah 2 : 10 x 100% = 20.
3). Kecenderungan kestabilan fase baseline-2
(A-2)
Kecenderungan
kestabilan fase baseline-2 (A-2) dapat dihitung dengan langkah
sebagai berikut :
a) Menentukan kecenderungan
kestabilan (trend stability) dengan menggunakan kriteria stabilitas 15%.
Diketahui: Skor
tertinggi = 85, Rentang stabilitas = 15%.
Maka 85 x 0,15 = 12,75.
b) Menghitung mean level yaitu
skor dijumlahkan dan dibagi dengan banyak data.
Diketahui Skor =
370, Banyak data poin = 5. Maka mean levelnya adalah 370 : 5 = 74.
c) Menentukan batas atas yaitu
mean level + (½rentang stabilitas).
Diketahui mean
level = 74, ½rentang stabilitas = 6,38. Maka batas atasnya adalah 74 + 6,38 =
80,38.
d) Menentukan batas bawah = mean
level – (½ rentang stabilitas). Diketahui mean level = 74, ½rentang stabilitas = 6,38. Maka batas bawahnya adalah 74 – 6,38
= 67,63.
e) Menentukan persentase
stabilitas = data poin dalam rentang antara batas atas dan batas bawah : banyak
data poin. Persentase stabilitasnya adalah 0 : 5 x 100% = 0%.
Membandingkan
kondisi baseline-1 (A-1), intervensi (B) dan basline-2 (A-2)
|
Grafik 4.11
Stabilitas
Kecenderungan
d
. Menentukan Kecenderungan Jejak Data
Pada fase baseline-1
(A-1) data tidak stabil, fase intervensi (B) data mulai stabil dan
fase baseline-2 (A-2) terlihat data terlihat semakin stabil,
terlihat grafik yang semakin meningkat.
e. Menentukan Stabilitas Tingkat dan
Rentang
Berdasarkan data
kemampuan anak dalam membaca ujaran dilihat data kondisi baseline-1 (A-1)
bervariasi (tidak stabil) dengan rentang 32,38% - 35% Pada kondisi intervensi
data mulai stabil dengan rentang 38% - 75%. Dan pada kondisi baseline-2
(A-2) data stabil dengan rentang 50%-85%.
f. Menentukan Level
Perubahan
Dari sesi pertama
kemampuan membaca ujaran siswa tunarungu pada fase baseline-1 (A-1)
adalah data terendah 30% dan data tertinggi 35% selisihnya adalah 5% sehingga
perubahan meningkat 5%. Data pertama fase intervensi (B) adalah data
terendah 30% dan data tertinggi 75% maka selisihnya adalah 45% meningkat
sebanyak 45%. Sedangkan pada fase baseline-2 (A-2) data terendah
adalah 50% dan data tertinggi 85%. Maka selisihnya adalah 45% meningkat
sebanyak 45%.
2. Analisis Antar Kondisi
a. Menentukan variabel yang berubah
Variabel yang diubah
dalam penelitian ini yaitu kemampuan membaca ujaran anak tunarungu di sekolah
inklusif.
b. Menentukan Perubahan Kecenderungan
Arah
Kemampuan anak dalam
membaca ujaran selama kondisi baseline-1 (A-1) cenderung menurun
(-) meskipun sedikit, dan pada kondisi intervensi (B) kemampuan anak
terus meningkat (+), sedangkan pada kondisi baseline-2 (A2) terus
naik (+) meskipun ada penurunan sedikit namun dibandingkan dengan waktu
intervensi, pada baseline 2 ini lebih meningkat sehingga pemberian intervensi
berpengaruh positif terhadap variabel yang diubah.
c. Menentukan Perubahan kecenderungan
Stabilitas
Dapat dikatakan bahwa
pada kondisi baseline-1 (A-1) kemampuan anak dalam membaca ujaran
masih rendah, pada kondisi intervensi (B) kemampuan anak dalam membaca
ujaran terlihat ada perubahan pada peningkatan. Pada kondisi baseline-2
(A-2) juga meningkat.
d. Menentukan level perubahan
Kemampuan membaca
ujaran pada akhir kondisi baseline 35% dan data pertama intervensi 30%.
Perubahan kecenderungan stabilitas 30% - 35% = -5%. Jadi kemampuan anak dalam
membaca ujaran pada intervensi menurun 5% dari kondisi baseline
e. Menentukan persentase overlape
Kemampuan membaca
ujaran fase baseline batas atas adalah 37,63 dan batas bawah 32,38.
Jumlah data poin pada fase intervensi yang berada pada rentang kondisi baseline
yaitu 66,67, dibagi banyak data poin pada kondisi intervensi yaitu
10, jadi 66,67 : 10 = 6,667 dan hasil tersebut dikalikan 100%, maka hasilnya
6,667%. Semakin kecil persentase overlape maka semakin baik pengaruh
intervensi terhadap target behavior. Berdasarkan hasil analisis data dalam
kondisi dan hasil analisis antar kondisi yang terdapat 21 kondisi, yaitu enam baseline-1
(A-1), sepuluh intervensi (B) dan lima baseline-2 (A-2).
Hal ini membuktikan bahwa media animasi power point efektif diterapkan
untuk meningkatkan kemampuan membaca ujaran bagi anak tunarungu di sekolah
inklusif. Hal ini membuktikan hipotesis diterima yang menyatakan bahwa “Media
animasi power point dalam meningkatkan kemampuan membaca ujaran anak
tunarungu di SDN Tunas Harapan Cijerah Kota Bandung. Jawaban hipotesis adalah
hipotesis diterima.
Berdasarkan
hasil analisis dan pengolahan data yang digambarkan dengan grafik garis, dimana
penelitian ini menggunakan media animasi power point berpengaruh
terhadap peningkatan membaca ujaran pada anak tunarungu kelas IV.
Pada
fase baselin-1 (A-1) sebanyak enam kali menunjukkan hasil kinerja anak
yang masih stagnan, sedangkan pada treatment (B) menggunakan media
animasi power point sebanyak 10 kali menunjukkan kinerja anak ada
peningkatan yang cukup baik dan setelah tidak diberikan intervensi atau pada
Pada fase baselin-2 (A-2) menunjukkan kinerja anak meningkat secara
terus menerus dan stabil. Pengukuran variabel dalam penilaian ini secara persentase,
dalam penelitian Single Subject Research menurut Sunanto, dkk (2006: 16)
persentase dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau
peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa
tersebut dikalikan 100%.
Aplikasi
Microsoft Power Point dalam komputer menjadi nuansa baru dalam
pelaksanaan pendidikan. Komputer dapat menjadi alat bantu guru untuk membuat
animasi gambar ataupun tulisan, komputer dapat membantu sebagai alat peraga
visual, alat uji siswa dan melakukan evaluasi kinerja siswa. Salah satu program
aplikasi yang bisa digunakan di dalam komputer adalah aplikasi power point
yang dapat menarik siswa untuk belajar lebih giat lagi.
Pada
intervensi membaca ujaran menggunakan media animasi power point, anak dilatih membaca ujaran dengan bantuan visual
berupa tayangan gambar benda, kata benda dan video ujaran yang di tampilkan
menggunakan media animasi power point.
Sebelum diberikan intervensi dengan media animasi power point anak terlihat kesulitan dalam membaca ujaran, setelah
diberikan intervensi menggunakan media animasi power point anak terlihat dapat membaca ujaran. Setelah tidak lagi
diberikan intervensi menggunakan media animasi power point, anak terlihat dapat membaca ujaran.
Berdasarkan
analisis grafik deskriptif dapat disimpulkan bahwa media animasi power point dapat digunakan untuk
meningkatkan membaca ujaran kata benda yang terdiri dari dua suku kata dari
huruf B, M dan P pada anak tunarungu di sekolah regular yang menyelenggarakan
program inklusif.
D. KESIMPULAN
DAN IMPLIKASI
1.
Kesimpulan
Setelah melakukan
penelitian yang dilaksanakan selama dua bulan dapat diperoleh bahwa pada fase
pertama atau baseline-1 (A-1) sebanyak enam kali menunjukkan membaca
ujaran anak masih terlihat stagnan, pada fase kedua yakni treatment (B)
dengan menggunakan media animasi power point sebanyak sepuluh kali
menunjukkan ada peningkatan yang cukup baik dan pada fase ketiga yakni baseline-2
(A-2) setelah tidak diberikan lagi intervensi dengan media animasi power
point sebanyak lima kali menunjukkan peningkatan membaca ujaran anak terus
meningkat dan lebih baik lagi. Berdasarkan analisis grafik deskriptif dapat
diambil kesimpulan bahwa terbukti media animasi power point dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan
membaca ujaran pada anak tunarungu di sekolah penyelenggara inklusif yakni di
SD Negeri Tunas Harapan Cijerah Kota Bandung tahun pelajaran 2013/2014. Ini
berarti hipotesis di awal dapat diterima.
2. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak terkait diantaranya :
1. Bagi guru, peneliti
menyarankan agar guru juga menggunakan media animasi power
point dalam
pembelajaran bahasa
khususnya dan pemebelajaran lain umumnya.
2. Bagi orang tua, agar sering
melatih anak dalam membaca
ujaran di rumah, dimana penggunaan media tidak terbatas pada power point saja, melainkan bisa menggunakan media lain yang dapat
membantu anak melatih membaca ujaran.
3. Bagi peneliti selanjutnya,
agar media animasi power point dapat digunakan sebagai
acuan untuk penelitian yang lebih lanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimin, Z. (2008). Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan Pada Anak yang Mengalami Kehilangan Fungsi Pendengaran. [online]. Tersedia: http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/hambatan-belajar-dan-hambatan.html. (19 Juli 2013).
Al Qur’an dan Terjemahannya (1990). Surat Ke-32
(As-Sajadah): 7–9.
Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Aminudin. (2008: 28-29). Semantik Pengantar Studi
Tentang Makna. Malang: Sinar Baru Algensindo.
Aqib, Z. (2013:49-50). Model-Model, Media, dan
Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: CV Yrama Widya.
Arikunto, S. (1991: 29). Prosedur Penelitian.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002: 171). Prosedur Penelitian.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002: 75). Prosedur Penelitian.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Artini, S, dkk. (2004). Terampil dan Aktif
Berkomputer. Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk SD kelas VI jilid 6.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Daryanto. (2013: 5-6). Media Pembelajaran
Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta:
Gava Media DIY.
Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2011: 5). Buku Informasi PLB. Informasi
Grand Desain. Pendidikan Inklusiff. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat.
Dinas
Pendidikan Luar Biasa. (2007). Metode Pengajaran Bahasa Bagi Anak Tunarungu.
[online]. Tersedia: http://psibkusd.wordpress.com/about/b-tunarungu/metode-pengajaran-bahasa-bagi-anak-tunarung/. (21 Maret
2013).
Fitriakha.
(2011). Contoh Proposal Penelitian Kuantitatif: Eksperimentasi Pembelajaran
Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Terhadap
Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Matematika Siswa
Sekolah Dasar Sekecamatan Depok. Pdf. [online]. Tersedia: http://fitriakha.files.wordpress.com/2003/03/contoh-proposal-usulan-penelitian-kuantitatif. (9 Mei 2012).
Gunawan, D. (2012) Pengantar Perkuliahan Sitem Komunikasi Tunarungu. PDF. [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196211211984031-DUDI_GUNAWAN/SISTEM_KOMUNIKASI_%274%27_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf. (18 Juli 2013).
Hastuti, P. (2011) Pengaruh Media Interaktif Animasi 3
Dimensi Dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar IPA Anak Tunarungu Kelas
D6 Di SLB-B YRTRW Surakarta. [online]. Tersedia: http://eprints.uns.ac.id/6097/1/210281011201110411.pdf. (20 Agustus 2013).
Ikhwanudin, A.M.
(2010). Skripsi: Pengaruh Media Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Konsep Asam Basa Terintegrasi Nilai. [online]. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1137/1/98332-M.%20IKHWANUDIN%20AL%20FATAKH-FITK.pdf. (7 Mei 2013).
Isbani, S (1987). Komunikasi Anak
Tunarungu Wicara. Jakarta: Depdikbud.
KBBI. (1997). Jakarta: Balai Pustaka.
Martono, N (2010:57). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisa isi dan Analisis data Sekunder.
Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Mudjito, dkk. (2012). Pendidikan
Inklusif. Jakarta: Baduose Media Jakarta.
Mulyadi, S. dkk. 2011. Mata Kuliah: Pendidikan Anak Tunarungu1. UPI. Bandung.
Mulyadi. (2011). Anak Tunarungu. [online]. Tersedia: http://cacapan.blogspot.com/p/hearing-impairment.html. (17 Juli 2013).
Pemerintah Kota Bandung, Dinas Pendidikan. (2008: 13). Pembelajaran Berbasis TIK/ICT. Bandung: MGMP TIK.
Sadja’ah, E. (2002). Layanan dan Latihan Artikulasi Bagi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika.
Soedjito & Saryono, D. (2011: 1-3). Kosakata Bahasa Indonesia. Malang: Aditya Media.
Somad, P & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud
Somantri, Sutjihati. 2006: 93. Psikologi Anak Luar
Biasa. Bandung: IKAPI. PT. Refika Aditama.
Sufanti, M. (2010: 61). Strategi Pengajaran Bahasa
Dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiarmin, M.
(2007). Makalah Pembelajaran Dalam Seting Pendidikan Inklusiff. Bandung:
UPI.
Sugiyono.
(2010:58). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R &D. Jakarta. Alfabeta.
Sunanto, J, dkk. (2006). Penelitian
Dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press.
Suparno. (2001). Pendidikan Anak Tunarungu
(Pendekatan Ortodidaktik) Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Proyek
pendidikan Tenaga guru. Ditjen Dikti Depdikbud.
Stubbs, S. (2002: 14). Pendidikan Inklusiff Ketika Hanya Ada Sedikit
Sumber. Bandung: Disponsori oleh idpnorway. UPI.
Tarigan, H, G. (1990: 2). Pengajaran Gaya Bahasa.
Bandung: Anggota IKAPI cetakan ke-3. Angkasa.